Beberapa hari lalu, ada rekan kuliah saya yang lama banget ngak ngobrol, tau2 kirim email ini ke inbox saya. intinya sih tentang komentar sang ustad tentang situasi dunia saat ini. hehehe
Setelah baca email tersebut, komentar saya:
- niat artikel adalah bagus, mengajak kebaikan, yaitu tidak perlu malu atau merasa aneh untuk melakukan kebaikan.
- Jadi ada 2 hal utama disini:
- Masyarakat umum yang menganggap aneh(mengatakan tumben) kepada orang yang beribadah. Dimana menurut saya, ini adalah hal yang wajar karena sang pelaku ibadah juga melakukan ibadah dengan cara yang tidak biasa.
- sebelumnya jarang ke masjid, tau2 sering pergi ke masjid
- sebelumnya ngak pake parfum, tau2 pake parfum.
- sebelumnya pelit, tau2 tumben ngasih sedekah.
- sebelumnya ngak pake jilbab, tau2 suatu hari pake jilbab.
- sebelumnya ngak pernah ngasih kabar, tau2 ngirim SPAM email kayak gini. hehehe
- Justru itu tantangannya kan? Nabi juga dibilang aneh oleh rakyat kebanyakan pada masanya… Sebelumnya, nabi adalah orang yang adem-ayem, seorang businessman, terpercaya, tau2 suatu hari dia bilang dirinya nabi. Ngak jauh beda toh?
- Kalo dibaca lagi ceritanya, disaat yang sama sang ustad juga melakukan hal yang serupa yaitu menganggap aneh orang lain. Nah bukannya ini sama aja? apakah karena statusnya ustad, maka ia boleh melabel “aneh” orang lain?
- Masyarakat umum yang menganggap aneh(mengatakan tumben) kepada orang yang beribadah. Dimana menurut saya, ini adalah hal yang wajar karena sang pelaku ibadah juga melakukan ibadah dengan cara yang tidak biasa.
- Kalo ngak mau dibilang aneh, ya konsekuen dong:
- lakukan ibadah yang continue…
- sering2 silaturahim, jangan ngeforward email kalo ada email heboh aja
- Ya sekedar say “hai” gitu kan juga ngak papa…
- Ngak perlu lah ditambahin dengan kata2 mistis kalo memforward: “rezeki akan berlipat ganda jika mau nyebarin email ini”. Cyape dweeehhh…. rejeki kan diberi oleh Allah, bukan karena forward email.