Thursday, August 18
Shadow

Ternyata begini yah kalo jadi batgirl (BATAK GIRL) itu?

Ternyata begini yah kalo jadi batgirl (BATAK GIRL) itu? sebuah perjuangan dalam mencari batmannya…

Artikel dibawah ditulis oleh nancy margaretha, rekan kerja saya ketika dulu di SI. Nancy adalah seorang batgirl dimana suaminya bukan batman, melainkan dari negeri asing. tidak ada maksud untuk SARA di artikel ini…

selamat membaca… hehehhe 🙂

——————————————–

Selama berbulan-bulan ini didera pertanyaan seperti ini;

“kenapa ga yang batak aja, kenapa harus bule?”

Bukan, bukan cuma gue aja yang dihantam badai pertanyaan gak penting kek gini.

“Emang ga ada orang Batak lagi, harus bule?”

Kami, cewe batak, kristen pula itu nasib perjodohannya paling buruk sedunia. (ya.. saya hanya membesar-besarkan kenyataan, supaya orang bisa kasian)

Pake logika aja dong…

Statistik Gender

Cewe batak kebanyakan tinggal di Indonesia.

Cek statistik penduduk Indonesia, dan lihat perbandingan gender! Satu laki-laki dibanding tiga perempuan.

Berarti setiap tiga perempuan di tanah air ini harus berjambak-jambakan untuk memperebutkan satu buah spesies bernama laki!

Kalau menang, kami beruntung…

well, karena kami cewe batak, kebanyakan kami menang 🙂 kalau soal jambak-jambakan, apalagi pukul-pukulan, teriak-teriakan kami jagonya. Sayangnya jarang ada laki yang mau dapat perempuan pake di jambak, pukul dan di teriakin, padahal kami ahli soal begituan.

Siapa Aja yang ber-Agama

Cewe batak kebanyakan beragama Kristen.

Cek statistik lagi, berapa banyak sih penduduk Indonesia yang beragama Kristen? 10 persen aja udah bagus. Maunya sih agama bukan menjadi permasalahan dalam mendapatkan calon pendamping, tapi semua pihak yang (sok) bertanggung jawab dengan pemilihan pasangan kami hampir semuanya berkata,

“Siapa aja, yang penting se-iman”

Seolah olah karena ada kondisi ‘Siapa Aja’ perkara selesai. Elooo… Se-iman itu bukan siapa aja, wong di Indonesia, se-iman itu kurang dari 10 persen. Ingat, yang 10 persen itu cuma 3 persennya laki-laki! Bleh! Berarti terminologi ‘SIAPA AJA’ itu menunjuk 3 persen doang MAK!

Marga-Satwa

Disinilah ketika tekanan itu berlangsung. Begitu berhasil mensurvey 3 persen laki-laki beragama kristen, lalu akhirnya menang menjambak-jambak dua perempuan lain, kami, dihadapkan dengan kondisi baru…

“Marganya apa?!”

Capeee deh!

Tertatih-tatih kami, terjungkal-jungkal kami, berdarah-darah kami, yang direspon bukan rasa sukur, tapi pertanyaan yang nggak penting itu

“Marganya apa?”

“MARGASATWA!”

(binatangpun kalau laki dan batak gue kawinin sekalian!)

Harganya berapa?

Ah ya, katakanlah kami berhasil mencomot seekor spesies margasatwa dari kebun binatang bernama TANO BATAK. Sepertinya sempurna; Kami saling mencintai tanpa ada halangan pesaing dua wanita lain, si margasatwa ini  rajin ke gereja pulak. Harusnya, kembang kempislah hidung para manusia yang (sok) bertanggung jawab dengan pemilihan pasangan kami.

Maaf saudara-saudaraku, para eda-eda… kita tahu bahwa kita akan diserang dengan satu buah pertanyaan lagi…

“Berapa hargamu?”

Seperti tikus kami harus mengendus-endus keberadaan makhluk bernama laki-laki dianntara hanya 3 persen yang se-iman, masih pulak kami bertarung seperti anjing dengan dua wanita lain untuk mendapatkan satu buah spesies laki-laki itu…setelahnya,  bagai seonggok daging babi, kamipun musti di timbang-timbang harganya.

Laki-laki batak harus membeli perempuannya.

Margasatwa mana yang tahu, dirinya adalah binatang langka yang dicari, sangking langkanya cuma 3 persen dari seluruh habitatnya, dan dari 3 persen itu hanya satu berbanding tiga yang populasinya dilindungi oleh tradisi batak… segitupun diharapkan untuk ‘membeli kami’ Hukum mana yang kebalik? Yang ada kita yang beli mereka kaleeee…..

Ih, Mahal!

Karena, kalaupun mereka maupun, masih ditimbang lagi seberapa harga kami. Kalau gue yang jadi margasatwa, gua mah ogah dapet cewe batak, mahal! Beginilah pola pikir para binatang bernama Cowo Batak itu dimasa kini. Maaf bang, bukan aku menyalahkan kau, kalau aku margasatwa langka itupun, Aku juga akan pikir seperti itu. Sah itu, sah.

Now, meski sedikit, buruan cowo batak yang ada musti di tampih lagi, kami musti cari yang tidak berpikiran seperti pola pikir diatas “ngapain juga ama cewe batak, mahal!”

Jadi bisa kau bayangkan betapa beruntungnya kau, eda-eda yang bersanding manis diatas pelaminan, dengan abangmu, si binatang langka.

Dan akupun bisa bilang, perjuanganmu belum selesai. Semoga binatang itu bukan pemabuk, penjudi dan tukang main perempuan.

Um, soal ini, aku yakin, karena dari awal akan mendapatkan binatang itupun kita sudah berjuang, tak terkalahkanlah kekuatan kita. Dalam pernikahan adat, kitapun mendapat hak yang lebih besar sebagai wanita pendamping daripada suku lain. Ya, sebelum cerita Si Kartini dari tanah jawa adapun, tradisi kita telah menganggkat misi emansipasi; “Wanita adalah Ratu di dirumah yang tak ada rajanya” Mau belagu seperti apapun binatang itu didalam pernikahan, bisa kita ketok-ketok kepalanya dan tak seorangpun akan membelanya untuk menceraikan kita

Si Amang

Ya, tak terkalahkanlah kita!

Kecuali; kita berselingkuh, atau… persyaratan melahirkan anak laki-laki begitu penting dalam keluarganya.

Ini tambahan yang paling berat. Bukan kekuatan pikiran, tenaga dan bathin saja untuk memperoleh dan mempertahankan si Abang dirumah. Karena kalau binatang itu mencari-cari alasan untuk menceraikan kita, satu senjata yang paling ampuh adalah ketidak mampuan kita memberikan anak laki-laki. ‘Dipulangkan’lah kita kembali ke orang tua.

Padahal, harapan ini bukanlah di tangan kita, tapi Tuhan. Ternyata kekuatan imanpun masih menjadi syarat bagi para eda-edaku yang senasib sepenanggungan. Supaya belas kasian Tuhan datang dan memberikan kita si Amang kecil, yang mungkin nantinya besar cuma jadi kondektur atau tukang copet dan harus pulak kita sodorkan ia membeli perempuan batak baginya. Bah!

Dan akupun merocos lebih panjang lagi kepada mereka, yang (sok) bertanggung jawab dengan pilihanku dengan si Bule. Mulai dari keluarga, teman dan sahabat, bahkan orang kelurahan, petugas pencatatan sipil sampai kedutaan! Si tukang roko dan warteg pun bertanya hal yang sama “Kenapa bule?” cih! Siape elu…..

Aku menggomel;

“Kalau si mbok, si mas dan si kakang bisa bantu saya berantem dengan 2 perempuan lain dari statistik gender di Indonesia ini untuk mendapatkan binatang bernama laki-laki, dan menyisir 3 persennya yang beragama kristen lalu mencari yang bersuku batak dan menyuruhnya membeli saya, SAYA AMBIL!

“Ya… tapi kan nggak harus bule mbak…”

Kenapa bukan bule?

  1. Dibenua mereka, di luar sana, statistik laki-laki lebih banyak dari perempuan. Aku tak perlu berlelah ria menyisir kandang mencari binantang peliharaan ini untuk kubawa pulang.
  2. Di tempat mereka, aku tahu tak perlu banyak, cakappun dilihatnya warna kulitku yang hitam keling ini. Wanita-wanita cantik satu spesies dengannya pun berpikir yang sama. Sayangnya aku tak doyan perempuan. Kalau warna kulit yang menjadi hal istimewa untukku menang bersaing dengan wanita lain bagi habitat orang barat, baguslah pikirku. Disini berjuta-juta rupiah kubeli produk pemutih kulitpun ga ada yang mau sama aku. Sampai tipis kulitku di gosok-gosok tukang lulur itu, tak berubah warnanya. Mau bilang apa lagi? Kalau dipikir para binatang bule itu warna kulitku lebih esotis dilihat, untunglah aku. Bukan cuma jadi irit ke salon, tak perlu lagi aku mandi, meski tetap jorok keliatannya, makin doyan dia.
  3. Soal beragamapun tak pusing. Dari lahirnya kebanyakan mereka se-iman meski memegang alkitab seumur hidupnyapun tak pernah. Urusan beriman bisa aku ketok kepalanya nanti. Aku rela tiap hari minggu berteriak-teriak padanya untuk mengantarku mendengarkan kotbah. Akan kurawat kuku panjangku untuk mencubit tangannya kalau dia tertidur mengantuk selama acara ibadah berlangsung. Aku sumpal kepalanya dengan ayat-ayat yang aku tahu. Dan tentu, akan kupukul pantatnya jam lima pagi agar mau duduk berdoa bagi keluarga kami setiap hari. Aku siap Tuhan.
  4. Soal dibeli dan tidaknya akupun kami bisa saling berunding. Berapa dollar kau sanggup? Aku tutupi sisanya dengan beberapa rupiah milikku, agar kita punya dana untuk membeli diriku. Kita cukup-cukupkan. Uang untuk tradisi tidak pernah jadi permasalahan penting bagi binatang yang kebanyakan pola pikirnya lumayan modern ini. Sama-sama miskin kita nanti setelah puluhan juta kita habiskan hanya untuk melihat gerombolan orang menari-nari diiringi tor-tor plus gondang dan mengangguk-angguk pura-pura mengerti saat mangulosi nanti.
  5. Ah, aku lupa, kau kan bukan orang batak ya Mister…. Nah justru inilah keistimewaanmu. Karena kau si Bule, nama keluarga tak terlalu penting untukmu kan? Ya, nama belakang bukan berarti suatu kebanggaan yang terlalu dibesar-besarkan. Jadi, kalau kita titipkan satu marga dibelakang namamu, bukan permasalahan kan? Dari Si Smith jadi Si Panjaitan, apalah bedanya untukmu. Betul? Kami tau benar itu, jadi lebih mudah untuk menutupi kekurangan ini. Lain ceritanya kalau kau dari tanah manado, atau ambon atau lainnya yang berasal dari Indonesia. Nama keluarga begitu pentingnya, penghapusan atau penambahan menjadi hal yang krusial untuk dipertimbangkan. Repot lagi nantinya. Begitulah cerita dan nasihat berdasarkan pengalaman para eda-eda yang terjerumus dengan peliharaan binatang putih ini. “Ya, eda, sewaktu aku hampir dapat calon dari sebuah keluarga dengan nama belakang Santoso pun, begitu kita usulkan dirubah menjadi Siregar, langsung calon ibu mertuaku merengut. Padahal sudah delapan tahun kami bersama, sudah enam bulan dia masuk katekisasi (belajar menjadi kristen) dan bertahun-tahun kami menabung untuk *sinamot ku (uang membeli perempuan batak), akhirnya terbuang sia-sia. Padahal aku sudah bilang eda, itukan hanya formaliatas, karena bagaimana bisa kami adakan acara adat perkawinan kalau si Santoso tak mau diganti menjadi Si Siregar”

Saat wanita dari suku dan agama lain berfikir;

oh, bareng si mister itu lebih baik, memperbaiki keturunan, lebih romantis, kita merasa dihargai, dan seterus dan seterus dan seterusnya…

Beruntunglah anda para wanita yang memiliki alasan masuk logika seperti itu. Tapi tidak bagi kami.

Memilih si Mister jadi alternatif termudah bagi kami.

Aku tak harus berjuang untuk mengutip binatang peliharaan. Binantang bernama Laki-laki Indonesia, Batak, beragama dan yang Mau beli kami di habitat jaman kini itu sudah langka….

Kami perempuan batak kristen memilih bule bukan karena itu, tapi emang gak ada pilihan lainnya lagi. Karena kelangkaan habitat :) Kenapa juga bukan yang paling gampang saja?

Kukatakan kepada laki-laki pilihanku,

“Dengar yah honey, kamu harus mikir, kamu saya pilih bukan karena berduit, berkulit putih atau karena idungmu tegak lurus keatas, jangan kau pikir aku mau sama kau karena alasan yang sama dengan wanita lain…

kau hanyalah pilihan terakhir karena aku tak punya pilihan!

Jadi yah… bule itu bukan pilihan tertinggi dan ter ekslusif yang bisa kami dapat. Si Mister ini justru cuma tambalan yang paling mudah dan paling mungkin untuk kami yang tak bisa bertarung mendapatkan yang terbaik, bahkan semi terbaik atau yang paling buruk.

Lagi

“Kalau si mbok, si mas dan si kakang bisa bantu saya berantem dengan 2 perempuan lain dari statistik gender di Indonesia ini untuk mendapatkan binatang bernama laki-laki, dan menyisir 3 persennya yang beragama kristen lalu mencari yang bersuku batak dan menyuruhnya membeli saya, SAYA AMBIL!

Mau kulitnya gosongpun akan saya bantu dompetnya untuk ‘pura-pura’ membeli diri saya sendiri bahkan saya tak perduli kalau dia tak punya hidung sekalipun! Saya AMBIL!”

Kukatakan kepada laki-laki pilihanku,

Karena semoderen apapun aku, sepintar apapun aku, setulus apapun hatiku, diriku masih hidup di jaman purba. Maka dari itulah marga yang tepat untukmu. Mengingatkan kau! Betapa kau cuma binatang peliharaan pengganti di zaman yang belum berubah ini.

Im Sorry My Dear, kamu bisa kupilih karena aku sudah sudah kalah perang untuk bersaing agar bisa bersanding dengan bangga bersama Si Abang dari tanah Toba”

—————-

source url: here.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.