last update: 19 march 2012
Beberapa hari lalu di milis internal alumni lab, ada yang meminta masukan untuk pengembangan kurikulum Teknik Industri IT Telkom. emailnya dapat dilihat disini.
Pertanyaannya sederhana, tapi untuk menjawabnya, dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. makanya tulisan ini lumayan lama baru dipublish karena untuk nulis ini perlu mikir lama dan panjang, sambil mengingat-ingat pengalaman dimasa lalu.
iya, saya baru sadar sekarang sudah lumayan “tua”. hehehe. jadi sudah lumayan memiliki “masa lalu“, dimana dari masa lalu ini, saya dapat banyak pelajaran berharga yang mengubah hidup saya dan saya rasa juga berguna untuk orang lain. perasaan sih baru aja lulus, tapi ternyata sudah hampir 10 tahun menjadi alumni. hehehe.
Tujuan tulisan ini adalah bukan untuk pamer ini dan itu, tapi sekedar usulan saja tentang kurikulum jurusan teknik industri it telkom agar lebih berorientasi dunia kerja alias diserap industri. (ini adalah bahasa halusnya dari: hayooo itu lulusan bukan cuman nganggur doang, tapi cepetan kerja sono! atau membuat lapangan kerja sekalian!)
Latar belakang
Dari visi & misinya, jurusan teknik industri it telkom mengarahkan lulusannya untuk bekerja di sektor industri infokom (informasi, telekomunikasi, IT, komputer). ini berarti target perusahaan yang dibidik adalah perusahaan operator telco (eg. telkomsel, indosat, exelcom, esia, dll), perusahaan vendor yang menjual produk ke operator (eg. nsn, ericsson, huawei, zte, IBM, oracle, dll), perusahaan software house, perusahaan content provider (eg. games facebook, RBT, sms pulsa, dll), perusahaan access provider (eg ISP: centrin, radnet, dst), perusahaan subkon telco (eg. engineer radio, drive test), dll, yang berhubungan dengan infokom. tektu saja dalam realita, ada saja lulusan yang bekerja di sektor non-infokom mis: tambang, perbankan, medical, marketing, dll
universitas kan sama seperti bisnis, mereka menjual lulusannya ke perusahaan toh? kalo cocok ya diterima, kalo ngak cocok di tolak. simple toh? untuk itu univertas perlu tahu dan tidak gengsi untuk aktif mencari tahu seperti apa skill yang dibutuhkan oleh industri.
Tentang Industri infokom
secara umum industri infokom memang lagi primadona sekarang, demandnya lumayan tinggi, sehingga pemasukan lumayan dan umumnya punya salary yang bagus. dan kedepannya pun saya rasa masih punya demand yang bagus pula. sehingga bagi lulusan SMU yang ingin berkarir di bidang infokom, saya rasa tidak perlu ragu untuk masuk di industri infokom. asalkan anda punya kompetensi, saya rasa tidak perlu takut untuk bersaing.
menjawab pertanyaan (berdasarkan pengalaman pribadi):
1. Kompetensi apa yang paling dibutuhkan di tempat kerja?
tergantung tempat kerjanya. yang jelas kalo di infokom: bahasa inggris aktif (bukan pasif doang loh ya), telco networking (beserta protokol2nya), operating system (unix, linux, windows), GSM, database, http, sistem informasi, programming, marketing, relasi yang luas sehingga bisa dapat info cepat, daya analisis yang baik, mengerti teknis agar tidak mudah dibohongi, dll
2. Apakah kompetensi tsb didapatkan dari kuliah?
sebagian besar tidak. selama saya kuliah dahulu, kebanyakan materi kurang up-to-date, terlalu teoritis. ketika mengajar mata kuliah jaringan telekomunikasi tahun 2012 ini pun, saya masih disodori silabus materi kuliah yang seperti 10-15 tahun yang lalu. buku pegangannya pun sudah usang, terbitan tahun 90-an maupun 2000-an awal. karena itulah dalam rapat koordinasi matakuliah sebelum perkuliahan dimulai, saya usul untuk mengganti silabus matakuliah berdasarkan pengalaman saya di industri. alhamdulilah diterima dengan baik sekali, dan saya harus mengacungi jempol kepada koordinator matakuliah ini karena sudah open-minded dan tidak anti kritik.
3. Kira-kira gimana relevansi MK di kampus TI, dengan kondisi di tempat kerja?
saya bandingkan ketika kuliah dulu (1999-2003) dan kerja (2004-2007), materi kuliah hanya sedikit membantu dalam pekerjaan sehari2. paling cuman prinsip2 umum doang, mis: optimasi, shortest path, scheduling, dll
4. Sudah cukupkah kurikulum TI yang sekarang, dengan komposisi spt dulu waktu kuliah?
kalo ini saya harus lihat dulu kurikulum yang sekarang. akan dijawab di paragraf lainnya
5. Bagian mana yang kurang? Sprt kita tahu, komposisi MK adalah dasar, dasar engineering(gtx,daskom, jartel, ektek), industrial eng(p3, apk, ergonomi, otomasi, sisprod, probis), manajemen(mankeu, msdm, dll), dan laiinnya(sistel, jartel, jarlan, otomasi, crm, mrp dll). Mohon tanggapannya.
ya banyak. lihat paragraf berikutnya
6. Bagaimana dengan sistem pembelajarnnya? Apa kurang nya?
hemat saya, dalam sebuah institusi pendidikan, yang menentukan baik buruknya kualitas lulusan adalah pengajarnya. sebagus apapun sistemnya, tapi kalo pengajarnya kurang, ya ngak usah berharap lulusan yang bagus. maaf jika saya membandingkan dengan UNSW, dimana yang saya lihat para pengajarnya bagitu passionate dengan apa yang diajarkan, mengerti mendalam tentang materi yang diajarkan, open minded (ngak takut dikritik), dan suasanya egaliter (eg. para dosen memposisikan dirinya sebagai teman yang kebetulan lebih dulu tahu).
hal lain yang bikin repot adalah paket2 perkuliahan. misal: paket mata kuliah semester 1, 2, 3, 4, dst. kenapa ngak dibebaskan saja mahasiswa mengambil mata kuliah? ambil contoh lagi dari sebuah jurusan S-1 UNSW, disana kurikulumnya tidak ada sistem paket2an seperti indo. yang ada adalah core course (harus diambil) dan elective course (pilihan). dimana elective course ini bisa ngambil dari jurusan lain dengan batasan tertentu (ya iyalah, masak jurusan electrical engineering trus ngambil course biology? ya kalo punya alasan kuat sih boleh aja). lagipula dengan banyaknya electives ini, kita jadi punya wawasan yang lebih luas karena dapat ilmu dari fakultas lain.
satu hal lagi yang kurang dari jurusan TI adalah: banyaknya dosen akademik, bukan dari praktisi. kata pak wiyono (dekan FRI),
“dosen sini tuh bangga cuman bisa akrobatik ilmu pengetahuan (eg. nurunin rumus, integral, dll) tapi ngak kepake setelah lulus. pengajaran di itt kebanyakan untuk sience aja, untuk lanjut ke S-2/S-3, padahal industri kan ngak butuh begituan. saya juga ngak setuju dengan sistem paket2 mata kuliah, emang itu mahasiswa bodoh sekali yah? sehingga harus dituntun kesana kemari? katanya harus ikut aturan DIKTI, tapi apakah DIKTI mau bertanggung jawab jika kita banyak lulusan kita tidak diterima kerja?”.
saya sependapat dengan ini, karena dari pengalaman saya, perusahaan itu butuh solusi praktis, bukan hanya teori. saya rasa sayang juga sih melihat banyaknya dosen muda yang baru lulus S-1, belum pernah kerja di industri, trus jadi dosen. ya paling ngajarnya itu lagi itu lagi, ngak jauh dari yang didapatnya dulu.
saya juga usul, dalam setiap courses, juga ditunjukan / didemokan seperti apa courses ini dalam dunia nyata sehingga para student mengerti implementasi ilmu ini. tunjukan kepada mahasiswa: seperti ini loh server di telco, ini loh ruangan data center, ini loh contoh konfigurasi redundant, ini loh contoh kabel fiber optik, ini loh proses crimping kabel, dll
pengalaman saya pribadi juga susah nyari orang dengan spek tertentu (see here), hanya sedikit pelamar yang berminat. kontras juga sih, setiap semester, ada ribuan sarjana yang diluluskan dari perguruan tinggi, namun pada saat yang sama, para perusahaan juga kesulitan mencari orang dengan skill tertentu yang bisa kerja di tempat mereka.
tulisan lain terkait dengan dunia kerja dapat dilihat disini.
7. Perlukan sertifikasi masuk dalam kurikulum?
saya rasa ini adalah hal yang baik. namun sebaiknya dibuat pilihan saja karena tidak semua siswa punya passion yang sesuai dengan sertifikasi tersebut. memiliki sertifikasi international akan membuat pelamar mempunyai nilai plus dibandingkan dengan kandidat lainnya.
8. Bagaimana kompetensi lulusan dari TI yang lainnya(non ITT), apa kurang dan lebihnya mereka?
tentu seperti ITT, ada yang bagus, ada juga yang tidak. sama juga, kebanyakan dosen di universitas lain juga cuman ngajarin teori. kliatannya, kita banyak butuh praktisi yang mengajar, daripada akademisi yang berpraktek.
———————————-
Tentang lulusan teknik industri
Kuliah di jurusan Teknik Industri artinya kita belajar banyak hal karena dalam sebuah industri, kita perlu membuat sebuah system yang nanti akan berproduksi untuk menghasilkan output tertentu. jadi mindset TI adalah berpikir generalis dan kesisteman. sehingga belajarnya macem2: statistik, networking, akuntansi, ekonomi, psikologi, programming, ERP, management, marketing, organisasi, dll mirip seperti fungsi2 yang ada di sebuah perusahaan. Tentu saja hal ini ada pros & cons.
PROs: lulusan TI lebih fleksible, range pekerjaan lebih lebar dibandingkan lulusan lain yang spesifik. lulusan TI bisa jadi engineer, HRD, marketing, sales, manager, dll. pada level tertentu (managerial) dimana keahlian teknis sudah jarang lagi diperlukan, ilmu-ilmu pada perkuliahan TI sangat membantu dalam menjalan tugas diperusahaan. cuman harus diingat, itu kalo anda sudah menjadi manager, kalo cuman masih kroco-kroco engineer, ya ngak ngaruh. jika anda membuat usaha sendiri, ilmu2 di teknik industri juga bermanfaat sekali.
CONs: nah ini dia CONs nya. sering saya lihat, karena saking generalisnya, tahu segala macam tapi cuman kulit2nya doang, membuat lulusannya sering lupa bahwa ketika lulus status mereka adalah engineer (orang yang tahu teknis). saya blom pernah lihat ada perusahaan yang rekrut freshgrad untuk jadi middle position? mungkin bisa kali ya, dengan catatan si freshgrad itu udah punya portofolio banyak dan track recordnya juga udah proven. kalo cuman jadi koordinator aksi, demo di halaman kantor orang, rapat sana-sini, saya rasa enggak ngaruh untuk diterima kerja deh. Bukan ngelarang berorganisasi, cuman anda perlu mikir skill apa yang perlu anda tekuni agar bisa punya bekal kerja. mbok ya dirubah paradigmanya, bahwa teknik industri itu bukan cuman melamar jadi management trainee (MT) doang, jadi sales, atau marketing. lulusan teknik industri itu seorang engineer. percuma sekolah 4 tahun kalo harapannya cuman jadi MT, atau sales toh? bicara lapangan kerja, berapa banyak sih company yang bikin MT? itupun juga masih berebut dengan lulusan universitas lain toh?
Usulan tentang usulan courses di teknik industri
berikut ini adalah fungsi2 dasar di perusahaan infokom beserta mata kuliah yang menurut saya besesuaian
no | fungsi | courses | description |
1 | finance | – Accounting – man. keuangan |
tiap company pasti punya fungsi keuangan. karena itu perlu ada courses tentang ini. |
2 | operation | – Telco network – Information system design – Operating system – Network/System Security – Wireless technology (GSM, UMTS, wifi) – programming – advanced networking – database ——— operation research |
tiap company infokom pasti punya bagian operation yang bertugas untuk menjalankan kegiatan operasional teknis. untuk masuk ke perusahaan infokom, lulusan TI harus mahir dibagian ini. percuma aja bagian marketing dapet klien banyak tapi dalam operasionalnya amburadul, ya susah dapat profit nantinya. |
3 | management | – project management – ERP – Human resources – Organisational management – bussiness process improvement – quality management – supply chain ——— statistics |
fungsi managerial harus ada. project management adalah salah satu skill yang sedang high demand. |
4 | marketing | – marketing – sales – public relation |
fungsi marketing, sales, dan public relation akan ada sesuai perkembangan organisasi. perusahaan kan butuh pemasukan toh? siapa yang jualan kalo bukan bagian marketing? |
5 | enterpreneur | – entrepreneurship – bussiness plan – engineering economics – feasibility analisys |
ini berarti sang lulusan tidak hanya jadi employee doang, tapi juga harus bisa buat usaha sendiri agar tercipta lapangan kerja baru. |
6 | planning & research | – Telco design – Telco/IT planning – product design – IT/system audit — – modelling & simulation – production planning & control – maintenance |
di perusahaan IT akan memerlukan sebuah blueprint agar systemnya dapat berlajan dengan baik dimasa depan. dengan demikian, maka perlu ada planning. dan untuk membuat planning yang baik, diperlukan teknik2 tertentu |
sekian menurut saya usulan mata kuliah yang ada. Yang perlu di garis bawahi adalah lulusan TI perlu membekali dirinya dengan skill teknis yang memadai, yang sesuai dengan kebutuhan industri. dalam perkuliahan sebaiknya diajar dengan para praktisi. kalaupun tidak, maka perlu dihadirkan para praktisi dalam setiap perkuliahan.
Definisi praktisi
saya pribadi mendefinisikan praktisi sebagai orang yang banyak melakukan praktek pada bidang tertentu. jadi lebih ke vocational skill. vocational artinya hands-on, banyak prakteknya. dan sebagai jurusan engineering, memang perlu banyak praktek. sebagai contoh, seorang pegawai bagian marketing/konsultan marketing adalah contoh yang baik ketika mengajar kuliah marketing karena dia sendiri adalah orang yang melakukan hal tersebut. jadi praktisi bukan orang yang waktunya dihabiskan untuk belajar dari buku saja, melainkan yang utama adalah praktek. Adalah beda rasanya ketika diajar oleh seorang praktisi karena yang diucapkannya adalah lebih membumi dekat dengan kenyataan, dengan studi kasus real. tentu seorang praktisi yang handal belum tentu seorang pengajar yang baik, kadang ngomongnya teknis banget saking dalamnya pengetahuan yang dipunyainya sehingga yang mendengar pun bengong. untuk kasus ini, mungkin bisa difasilitasi dengan dosen yang bisa memberi penjelasan dengan lebih baik.
Seorang praktisi pengajar juga perlu up-to-date dengan ilmu yang dipelajarinya. misal dengan berlangganan majalah, ikut milis, webinar, conference, dll yang membuka wawasan dan mengetahui kondisi terkini dalam ilmu maupun praktek.
bagaimana dengan dosen yang mengerjakan project?
Dosen yang mengerjakan project sesuai dengan hal yang diajarkannya itu adalah hal yang baik. dengan ikut project, dosen bisa mengalami sendiri seperti apa ilmu tersebut diaplikasikan. dimana hal ini bisa menjadi studi kasus yang baik untuk studentsnya.
bagaimana dengan dosen yang jarang masuk karena kebanyakan mengerjakan project?
tentu ini hal yang buruk sekali. apa yang mau diberikan ke mahasiswa jikalau masuk aja jarang? hal ini diperparah lagi jika project tersebut adalah project pribadi, dan ngak ada hubungannya dengan course yang diajarkan. pak kadarsyah suryadi, bagian kemahasiswaan ITB pernah berkelakar, “yang pinter di ITB itu adalah mahasiswanya, bukan dosen. karena sang dosen sering ngak masuk”.
Jika dosen sudah mengerjakan project & mendapat beberapa studi kasus menarik, lalu tidak perlu mengundang praktisi dong?
oh tidak. bukan begitu cara berpikirnya. seorang dosen, sesering apapun dia mengerjakan project, adalah tetap seorang dosen, bukan praktisi. selihai apapun dosen marketing berbicara, dia tetap seorang dosen, bukan manager marketing perusahaan telco.
pelajaran telco networking misalnya, tidak semua orang punya kesempatan bekerja di perusahaan multinasional yang menggunakan teknologi high-end. tidak semua dosen pernah punya pengalaman menjadi expatriate. oleh karena itu, perlu didatangkan juga orang2 professional untuk mengisi kuliah agar mahasiswa dapat mendengar langsung dari praktisi. jadi tetap praktisi perlu dihadirkan ke kampus-kampus.
kan kita bisa dapat artikel tentang studi kasus tertentu? jadi ngak perlu ngundang praktisi toh?
belajar dengan studi kasus adalah sangat baik. jadi bisa sekaligus belajar teori dan implementasinya. misal nih: untuk pelajaran managerial, kan banyak teorinya tuh? marketing misalnya. dengan adanya studi kasus real, kita bisa belajar teori sekaligus prakteknya kan yah? kadang studi kasus tidak berbentuk tertulis seperti artikel maupun jurnal, melainkan dari pengalaman sehari-hari ketika menjalankan profesi. menurut saya, ini adalah sebuah contoh studi kasus dengan tacit knowledge dimana perlu di explore lebih jauh.
sering para praktisi tersebut tidak punya waktu untuk menuliskan pengalamannya, atau memang tidak punya bakat menulis, atau memang malas menulis. nah sayang kan, jika pengalaman-pengalaman real dari beliau-beliau ini cuman dibawa sampai ke alam baka?
Bagaimana dengan dosen yang murah nilai?
saya tulis disini.
Usulan tentang matakuliah yang berkaitan dengan telekomunikasi/IT?
saya tulis disini.
“anak muda memang belum punya masa lalu” (anies baswedan). jadi akan lebih baik jika mereka belajar dari masa lalu orang2 yang lahir sebelum mereka agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
sekian tulisan saya, silahkan bagi masukannya.
url pendek: http://wp.me/pRkxT-Tx
Sangat inspiratif tulisannya mas.. 🙂
Semoga dibaca ama para stake holder kampus
Kayaknya yang meminta masukkan Pakde Rino yo mas,… :D,… Beberapa bulan yang lalu juga pernah meminta masukkan terkait hal yang sama,…….
[…] sebenernya masih lanjutan dari artikel sebelumnya (tentang usulan kurikulum teknik industri). Beberapa rekan berdiskusi tentang dosen-dosen yang sangat murah nilai. Jadi pada kenyataan […]
wah. Inspiratif sekali tulisannya Mas Ahmad. Sangat baik sekali menurut saya jika jurusan Teknik Industri IT Telkom. Setidaknya dari tulisan ini bisa membuka pikiran teman2 mahasiswa TI bahwa pekerjaan seorang lulusan TI tidak melulu harus sebagai MT/sales. Saya setuju, bahwa seorang TI pun adalah seorang Enginer. Keahlian teknis khusus dan mendalam sangat diperlukan. Tetapi dgn kurikulum yg ada, keahlian khusus dan mendalam tadi tidak akan didapatkan. Usulan/pemikiran diatas sangat cocok untuk merubah itu semua
Enterpreneur dan Technopreneur. Wirausaha
@yudhi:
sekarang kerja dimana? kebetulan saya ngajar di STT, dan jurusan TI memang berniat untuk melakukan improvement.
nanti kalo ada mata kuliah yang cocok saya minta jadi dosen tamu ya…
@hendito:
kumaha damang? bisnis lancar jaya?
hehehe :-p
Wow..kakak Achmad Mardiansyah mantap kali ini artikelnya.Aku juga dari stt telkom tapi D1..salam kenal kakak.Pernah juga ngerasain ITtelkom S1 nya tapi Drop “the bass” , ehh salah maksudnya Drop Out “the Bass” . hihi.Kak aku ada pertanyaan.Sebenarnya aku masih kepengen belajar Telecomm, tapi apa masih bisa ya kak? Karena Faktor-u kak…Kalo niat masih tinggi nih kak.Mohon Pencerahan kak.
kakak emailnya apa ya?
@someone: terima kasih telah berkunjung kemari.
menurut belajar tidak ada batasan umur, jadi silahkan saja jika ingin belajar. hehehe 🙂
email saya ada di http://achmad.glcnetworks.com/about-me/
Hi mas Achmad, saya juga dulu kuliah di ti stt telkom. Kalau pendapat saya lebih baik sertifikasi internasional dijadiin syarat wajib kelulusan s1 juga. Jd minimal sdh ccnp bila mahasiswa tersebut tertarik di networking dsb. Saat ini susah bersaing kalau Hanya mengandalkan ijazah s1. Sementara Teknologi selalu berubah setiap saat. Jadi modelnya beberapa mahasiswa membuat group studi tertentu misal group study networking, dengan menggunakan facilitas lab/perangkat yg ada. Dari kampus memfasilitasi Ujian bekerja sama dengan lembaga penyedia ujian tersebut Pearson vue, prometrics dll. Jadi minimal 1 sertifikasi internasional wajib dimiliki sebagai syarat kelulusan. Kita gak bisa menutup mata sertifikasi yang dieluarkan vendor menjadi Nilai jual terse diri bagi perusahaan perusahaan telco/it. Apa lagi project/tender memerlukan orang orang dengan sertifikasi tertentu. Tp ini sekedar Saran yah. Semoga dapat di terima dengan baik
@arnold: terima kasih atas kunjungan dan usulannya, salam kenal juga ya. di kampus sendiri memang mendorong mahasiswa untuk sertifikasi. namun kembali ke mahasiswa itu sendiri, mau ikut atau tidak. Yang saya lihat, siswa banyak yang masih galau belum mengenal dirinya sendiri (mau jadi apa saya ini?) padahal sudah tingkat akhir. hasilnya, hanya ikut-ikutan temannya…